Seks, Bukan Sekedar Alat Berkembang Biak.
Srikandi - Bogor
Ironis, miris! Itu kata-kata yang keluar tanpa sadar, meluncur begitu saja dari mulut saya, ketika melihat kenyataan sepasang anak manusia saling mencaci dan membunuh nurani sendiri, hanya karena seks! Mereka tidak malu lagi untuk bertengkar di depan muka saya. Risih rasanya kena hamparan energi 'busuk' dari rasa marah dan benci sepasang anak manusia.
Ini kisah sebulan lalu, dimana saya kedatangan sepasang klien yang masih muda usia. Pernikahan mereka baru berjalan tahun ketiga. Mereka memiliki anak mungil yang cantik berusia dua tahun. Pasangan ini datang dengan kendaraan masing-masing, sebagai ciri orang yang sedang ber-'problem relasi'.
Setelah berkomunikasi dengan keduanya, saya mendapat kesan, sekslah yang menjadi biang keladi dari masalah mereka. Seks pula yang membuat mereka 'terpaksa' terikat menjadi sepasang suami istri. Karena seks pula, lahir seorang anak di antara mereka.
Mereka setuju, masalah yang mereka hadapi, dituliskan untuk media masa. Diharapkan, banyak pasangan belajar dari masalah mereka dan terhindar dari neraka dunia yang diciptakan sendiri.
Karena seks, seseorang akhirnya 'ditangkap' untuk menikah! Demikian juga klien saya yang datang berkonsultasi ini. Mereka akhirnya dinobatkan menjadi sepasang suami istri dengan keadaan wanita sudah mengandung enam bulan. Janin tersebut hasil perbuatan seks yang tidak direncanakan. Perbuatan seks ini tidak didasari cinta kasih, hanya sekedar pelampiasan birahi dan rasa ingin tahu akan rasanya.
Ketika mereka resmi hidup serumah dengan 'label' suami istri, mereka kaget dengan segala yang mereka hadapi. Mulai dari kebiasaan masing-masing sampai jalan pikiran. Tidak satupun yang mereka dapatkan untuk bisa hidup harmonis. Kemana keromantisan saat mereka mampu mencetak seorang janin di antara mereka?
Kelahiran anak tak berdosa di antara mereka, tidak bisa membuat mereka menjadi sepasang orang tua yang memberi kenyamanan hidup untuk jiwa anaknya. Akhirnya, mereka memilih jalan hidup masing-masing tetapi tinggal dalam satu atap. Karena, hukum masyarakat kita masih banyak yang menabukan perceraian!
Pisau Bermata Dua
Saat ini, aktivitas untuk menyalurkan kebutuhan biologis sebagai pasangan suami istri sudah tidak pernah dilakukan. Mereka lebih sering saling menyakiti daripada berkasih mesra. Dalam keseharian, mereka kadang membawa pacar masing-masing ke rumah.
Seks merupakan aktivitas fisik dan psikis yang bermata dua, bisa menjadi obat yang ampuh, tetapi bisa menjadi senjata yang mematikan bagi jiwa. Seks yang dilakukan sembarangan, apalagi dengan keadaan setengah mabuk karena minuman dan arena pergaulan 'bebas', akan membuat bencana hidup untuk selanjutnya.
Demikian juga yang terjadi dengan pasangan contoh ini. Mereka tidak sadar melakukan hubungan seks tanpa rencana. Padahal, yang mereka lakukan bisa membuahkan seorang anak manusia dan sebagai orang tua, mereka harus bertanggung jawab.
Kita seharusnya sadar, melakukan seks bisa mengakibatkan kehamilan. Jika melakukan hubungan seks sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis, berhubungan badan, sebaiknya pakailah alat pencegah kehamilan. Hal ini, tentu saja, jika dilakukan dalam kondisi sadar, ingin melakukan hubungan seks tanpa ingin mengakibatkan kehamilan.
Kita mempunyai tubuh dan pikiran. Sebagai manusia yang hidup dengan berkesadaran, kita yakin hukum sebab akibat yang menjadi dasar kehidupan manusia ada pada kita. Setiap aksi kita pasti menimbulkan reaksi positif dan negatif untuk kehidupan itu sendiri.
Nah, isilah kehidupan rumah tangga kita dengan kenikmatan yang diberi Tuhan. Yaitu, hidup sebagai pasangan yang bisa menciptakan surga duniawi. Artinya, melakukan hubungan seks dengan makna “bercinta” dengan segenap jiwa raga, bukan melakukan seks hanya karena mau! Tetapi harus ada arti yang mendalam untuk jiwa kita.
Makna Hubungan Seks
Dalam aliran Tantra, Kamasutra, TAO, dan sejenisnya, kita diajarkan bahwa energi yang saling bertukar ketika aktivitas seks dilakukan akan mengalir keseluruh jiwa kita dan mengisi setiap relung sanubari. Disinilah rahasianya, mengapa orang yang mengumbar hawa nafsunya untuk melakukan hubungan seks dengan sembarang orang, jiwanya serasa berhutang terus! Berhutang pada keyakinan bahwa seks tidak bisa menenangkan jiwanya! Seks hanya aktivitas fisik, sama seperti olah raga yang menghasilkan gesekan dan keringat dan lenguhan kepuasan semu yang sesaat.
Seks seharusnya menjadi arena peleburan batin dua orang yang saling mencintai. Sebab cinta mengajarkan pasangan untuk mengalirkan energi, lebih dari sekadar sentuhan fisik. Sehingga, pasangan yang bercinta dengan batin, akan merasakan hubungan medan elektrik itu. Bahkan, medan elektrik tersebut masih terasa ketika mereka tidak bersentuhan atau tidak berada dalam tempat yang sama.
Dalam istilah Jawa kuno, hubungan seks dinamakan Asmaragama. Asmara berarti percintaan dan gama berarti senggama. Dengan demikian, kita memaknai seks itu seni bercinta yang memadukan dua tubuh dan dua jiwa pelakunya.
Banyak orang terbiasa melakukan hubungan seks dengan banyak orang dan tidak terikat perasaan dan emosi. Tetapi jiwa mereka tetap merasa kosong jika belum melakukan hubungan seks dengan orang yang benar-benar dicinta dan yang mengisi seluruh lubuk hatinya. Disinilah, kita melihat perempuan atau lelaki yang hanya melakukan hubungan seks sekedar melampiaskan nafsu birahi, sebagai ajang saling menggesek kulit.
Jadikanlah hubungan seks sebagai perbuatan berkasih sayang yang bertanggung jawab! Bukan saja pada diri sendiri, juga pada orang lain. Hanya dengan berkesadaran dengan cinta kasih maka seks pantas dilakukan. Jangan pernah mengadaikan perasaan cinta untuk seks sesaat.
Jangan membuat hidup kita menderita karena seks. Seks adalah kebutuhan biologis setiap manusia. Dengan seks kita belajar mengontrol emosi, belajar memahami orang lain, belajar mengendalikan ego, dan belajar menyatukan kejiwaan kita menuju hidup harmonis.
Seks bukan sekedar alat untuk berkembang biak. Tetapi, seks adalah tanggung jawab jiwa yang akan menentukan nasib generasi-generasi selanjutnya. Jangan melakukan hubungan seks karena sekedar 'iseng' dan mau! Tapi sadarilah, dengan melakukan hubungan seks, kita sudah bertukar energi kejiwaan dengan pasangan 'main'. Disitulah kita melakukan keterikatan energi yang tidak terlihat mata fisik dan jiwa kita bertanggung jawab atas perbuatan fisik yang kita dilakukan!
Artikel ini pernah dimuat di harian SP, Mei 2009, dan di blog pribadi. KLIK DISINI
0 comments:
Post a Comment